Apabila seseorang laki-laki menikah dengan wanita yang disayangi, dia akan menyediakan berbagai jenis harta seperti benda, uang, ataupun hal lain untuk menjadi bukti komitmennya. Hal tersebut dinamai sebagai mahar atau juga bisa dikatakan sebagai maskawin.
Walau demikian, dalam agama Islam terdapat sejumlah bentuk Mahar yang diharamkan, hal ini penting untuk diketahui mengingat bahwa Maher adalah salah satu unsur agar pernikahan sah dan harus diserahkan oleh calon suami kepada istri.
Dalam buku Sejarah Ibadah Karya Syahruddina El-Fikri menjelaskan bahwa salah satu syarat wajib bagi mempelai pria adalah menyediakan mahar untuk istrinya. Hal ini pun ditegaskan dalam Al-Quran pada Surah An-Nisa Ayat 4.
Berikan kepada wanita-wanita itu hak-haknya sebagai pemberian, lalu jika mereka mengizinkan Anda melepaskan sesuatu darinya dengan suka cita maka makanlah dengan cara yang menyenangkan dan terpuji.
Artinya:
Sediakankan mahar untuk wanita (yang akan kau nikahi) sebagai hadiah tanpa paksaan. Setelah itu, bila mereka memberikan kepadamu bagian dari (mahar tersebut) secara sukarela, terima lah dan rayakanlah anugerah ini dengan gembira.
Pemberian suami terhadap calon istrinya nantinya dapat juga dianggap batal berdasarkan sejumlah ketentuan tertentu. Lalu, apa sajakah mahar yang dilarang dalam agama Islam? Mari kita bahas lebih lanjut!
1. Perdagangan menggunakan benda terlarang

Mahar yang dihindari dalam Islam yaitu memberikan sesuatu yang haram entah dari segi substansinya atau metode mendapatkannya. Sebagai ilustrasi, hal ini mencakup perkara seperti: khamr , serta bermacam-macamm barang yang sudah dilarang oleh agama.
Sebab itu, keduanya tak boleh disatukan, karena Islam tidak mengizinkan motif baik dikaitkan dengan perilaku buruk. Apalagi, kami berharap ibadah perkawinan yang dilangsungkan selama hayat menjadi penuh berkah dari Allah SWT.
2. Mahar yang membebani

Apabila dijalankan sebagaimana sunah Nabi Muhammad SAW, mahar yang tidak dibenarkan dalam agama ini adalah hal-hal yang menyusahkan. Ternyata, bukan saja menjadi beban bagi orang yang memberikan mahar, tetapi mahar dengan jumlah besar juga dapat menimbulkan permasalahan bagi kedua belah pihak pengantin baru.
Tidak mudah bagi seseorang menghadapi beban mahar yang berat sehingga mereka mungkin mundur dari keinginan cepat menikah, akibatnya bisa jadi akan terjadi keterlambatan pernikahan. Oleh karena itu, Nabi telah menyampaikan nasihat ini dalam suatu hadits.
Rasullullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Perkawinan yang memberi berkat terbanyak ialah perkawinan dengan pengeluaran seminimal mungkin. (HR. Ahmad)
3. Harta Yang Tidak Berharga

Walaupun disarankan untuk memberikan mahar tanpa beban berlebihan, ini bukan berarti pihak laki-laki bisa menentukan jumlah mahar sembarangan. Tetapi, mereka masih perlu menyediakan sebanyak mungkin sesuai dengan kapabilitasnya.
Beberapa hal yang disarankan, seperti perlengkapan sholat, emas, dan sebagainya. Jika terlalu memberatkan, pria pun memiliki hak untuk mengambil opsi cicilan atas mahar yang diharapkan oleh pasangannya.
4. Transaksi melibatkan praktik pembriharaan dan perdagangan

Seperti halnya hutang, perjanjian jual beli dinyatakan haram apabila digunakan sebagai salah satu ketentuan untuk menikah. Jenis mahar yang tidak dibenarkan dalam agama Islam contohnya adalah bila seorang wanita menghadiahkan seekor unta kepada pria dan kemudian ia meminta bayaran tertentu atas unta itu, sementara syaratannya adalah si pria akan menjadikan wanita tersebut istri jika kesepakatan telah tercapai melalui transaksi tersebut.
Imam Syafi'i dalam Al-Umm 10: Buku Utama Hukum Islam Versi Terjemahan pernah menjelaskan,
Bila seorang wanita menikah dengan pria dan maharnya adalah hal yang tak bisa diberikan sebagai gaji (ju'l), misalnya jika ada orang mengatakan, 'Aku akan menikahkanmu dengan syarat kau harus memberiku budak yang kabur dari milikku.'
Atau ia mengatakan, "Aku kawinkan engkau dengan mahar bahwa engkau harus memberikan kepadaku unta milikku yang lari." Apabila hal tersebut terjadi, maka seluruh syarat tersebut dilarang dari segi hukum, namun perkawinan yang telah dilangsungkan tetap sah dan isteri memiliki hak untuk mendapatkan mahar yang pantas bagi dirinya."
5. Uang hantaran dari sang calon ayah mertua juga merupakan sebuah pinjaman.

Pada situasi seperti itu, apabila ada suatu persyaratan di mana seorang lelaki mengharuskan pengumpulan hadiah bagi bapak dari calon isterinya sebagai bagian dari mahar pada saat ia menikahkan gadis tersebut, tuntutan semacam itu tergolong ke dalam jenis mahar yang tidak dibenarkan oleh agama Islam.
Perjanjian serupa ini mirip dengan sebuah transaksi, di mana salah satu pihak yang terlibat dalam kesepakatan tersebut mensyaratkan hak istimewa baginya sendiri. Karena alasan itu, perkawinan dengan kondisi demikian tidak dibenarkan.
6. Mahar yang cacat

Apabila ada orang yang menyediakan mahar dengan kekurangan, merujuk pada buku tersebut Bidayatul Mujtahid Menurut Ibnu Rusyd, sebagian besar ahli agama menyatakan bahwa perkawinannya masih sah.
Walau demikian, para ahli agama memiliki pandangan yang bervariasi tentang hak istri untuk menuntut kembali mahar tersebut, entah itu dalam wujud uang senilai dengan nilai aslinya, barang setara, atau mahar baru. mitsil, yang nilainya sama dengan apa yang diterima oleh wanita lain dalam situasi sebanding.
Dalam hal ini, Imam Syafi'i memiliki dua pandangan. Terkadang beliau berpendapat bahwa istri dapat meminta pengembalian dalam bentuk harga mahar, dan di lain waktu, beliau berpendapat bahwa penggantiannya bisa dalam bentuk mahar mitsil . Wallahu a'lam bissawab.
Demikianlah penjelasan mengenai mahar yang tidak boleh dilakukan menurut agama Islam. Karena itu, keluarga pengantin pria harus lebih teliti dan memberikan hal terbaik untuk calon istri mereka.