{ "@context": "https://schema.org", "@type": "BreadcrumbList", "itemListElement": [ { "@type": "ListItem", "position": 1, "name": "Home", "item": "https://anihrasul.blogspot.com/" }, { "@type": "ListItem", "position": 2, "name": "News", "item": "https://anihrasul.blogspot.com/search/label/news?m=0" }, { "@type": "ListItem", "position": 3, "name": "Subcategory", "item": "https://anihrasul.blogspot.com/search/label/news?m=1" } ] }

PIKIRAN RAKYAT – Pada awal tahun 2025 tercatat adanya deflasi yang menunjukkan penurunan daya beli publik. Meskipun ada pergerakan uang selama periode Ramadhan dan Idul Fitri 2025, hal tersebut dikatakan masih tidak cukup untuk meningkatkan kemampuan membeli masyarakat.

Walaupun pemerintah melihat deflasi sebagai bukti sukses mereka dalam menjaga stabilitas harga, beberapa ahli ekonomi malah memandang situasi tersebut sebagai petunjuk pelemahan konsumsi di dalam negeri yang memiliki dampak luas terhadap bermacam-macam sektor ekonomi.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Anton Agus Setyawan, menggarisbawahi efek dari deflasi terhadap industri manufaktur. Ia menyatakan bahwa penurunan kemampuan konsumen dapat memicu kenaikan tingkat pengangguran.

"Pada tahun 2025 awal, lebih dari 14.000 tenaga kerja terdidik kehilangan pekerjaannya karena menurunnya produktivitas dalam industri pengolahan. Ini mempengaruhi pemasukan keluarga dan secara bertahap mengurangi kemampuan konsumsi orang-orang," jelas Anton.

Bukan hanya industri perusahaan, tetapi bidang perdagangan dan layanan pun merasakan pengaruh yang sama. Kondisi menjadi lebih buruk karena adanya ketidakepastian dalam skala dunia pasca pandeminya COVID-19, di mana hal tersebut terus-menerus menimbulkan krisis energi serta konflik politik internasional.

Anton berpendapat bahwa langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah, termasuk diskonto tagihan listrik dan skema subsidi jalan tol saat liburan Idulfitri, masih kurang efektif dalam mengatasi masalah-masalah fundamental pada ekonomi. Dia merekomendasikan agar pihak berwenang meningkatkan skala program dukungan sosial untuk melindungi kemampuan konsumsi penduduk.

Sektor Perhotelan Mengalami Kemunduran, Dua Tempat Penginapan di Bogor Ditutup

Pengurangan kemampuan membeli juga berpengaruh pada sektor perhotelan. Dua buah hotel di Kota Bogor, Jawa Barat, harus menutup karena kurangnya tingkat hunian, yang mengakibatkan lebih dari 150 orang pegawai kehilangan pekerjaannya.

Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, menyatakan bahwa apabila kemampuan konsumen untuk membeli tak cepat pulih, PHK dalam bidang perhotelan cenderung semakin bertambah.

"Kemarin, dua buah hotel di Bogor tutup, dampaknya sebanyak 150 karyawan menjadi pengangguran. Apabila situasi ini masih berlangsung, mungkin akan lebih banyak lagi hotel-hotel yang bangkrut," ungkap Hariyadi.

Hariyadi juga menunjukkan bahwa tingkat hunian hotel saat Lebaran 2025 turun sekitar 20 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Proses pemesanan kamar cenderung lebih lambat dan tidak bertahan sampai akhir musim liburan seperti biasanya.

Dia menginginkan pemerintah untuk secepatnya mengeksekusi kebijakan pengeluaran yang bisa meningkatkan hunian di hotel. Sebab, bagian dari pemerintahan telah memberi kontribusi hingga 40% terhadap jumlah pesanan kamar hotel secara keseluruhan.

Kembali Turunnya Jumlah Orang Mudik Saat Lebaran Tahun 2025

Hasil survei dari Kementerian Perhubungan menunjukkan bahwa perkiraan jumlah pemudik untuk Idulfitri pada tahun 2025 adalah sekitar 146,48 juta orang, mengalami penurunan sebesar 24,34% jika dibandingkan dengan angka di tahun lalu yang tercatat sebanyak 193,6 juta orang.

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik di Kemenhub, Budi Rahardjo, mengkonfirmasi adanya pengurangan dalam mobilitas masyarakat saat musim mudik kali ini. Akan tetapi, mereka enggan menyebutkan faktor utama yang menjadi sebab penurunan itu.

"Betul, jumlah orang yang diprediksikan akan berpindah selama arus balik Lebaran tahun ini (2025) lebih rendah daripada tahun sebelumnya," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik di Kemenhub, Budi Rahardjo, pada hari Sabtu, 22 Maret 2025.

Pada saat bersamaan, informasi dari Sistem Informasi Angkutan dan Sarana Transportasi Indonesia (Siasati) menyatakan bahwa sampai dengan hari ke-3 sebelum Hari Raya Idul Fitri, total penumpang dari kelima jenis angkutan umum ini telah mencapai 6,75 juta jiwa, berkurang sekitar 4,8% dibanding periode serupa pada tahun lalu. Jenis layanan perjalanan yang melihat penurunan signifikan terjadi pada bus antarkota antarprovinsi (AKAP) yaitu sebesar 10,2%, disusul oleh maskapai penerbangan (6,8%) serta kapal laut (4,8%).

Direktur Kebijakan Publik di Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, mengatakan bahwa salah satu alasan penurunan jumlah orang yang pulang kampung adalah karena rendahnya kemampuan pembelian publik. Dia juga menyebutkan bahwa bertambahnya biaya bahan kebutuhan dasar serta jasa perjalanan sebagai beban tambahan bagi warga dalam membuat pilihan untuk melakukan perjalanan pulang.

“Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ketidakstabilan bisnis dan kelumpuhan gaji. Sebagian besar orang lebih memilih untuk mengurangi pengeluaran, bahkan hingga tidak pulang kampung, demi melindungi kesetimbangan finansial mereka," jelas Askar.

Di luar aspek finansial, penurunan dukungan sosial ikut membentuk pilihan masyarakat untuk pulang kampung. Di tahun 2025, dana bantuan social mengalami pengurangan kurang lebih 16% jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu dari total Rp168 triliun menurun menjadi Rp140 triliun. Dana tersebut secara signifikan telah dipakai oleh warga untuk pemenuhan keperluan pokok serta sebagai modal dalam menjalankan bisnis di daerah asal mereka.

Pergerakan Uang di Momen Lebaran Berkurang

Wakil Ketua Umum bidang Pengembangan Otonomi Daerah dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sarman Simanjorang, mengestimasi bahwa volume transaksi selama Idul Fitri tahun ini sebesar Rp137,9 triliun, yang mana angka tersebut turun jika dibandingkan dengan jumlah di tahun 2024 yaitu Rp157,3 triliun.

"Kemerosotan itu sesuai dengan penurunan jumlah orang yang mudik," ujar Sarman dalam pernyataannya, pada hari Selasa, 1 April 2025.

Pada saat yang sama, Ekonom dari Indef, Eko Listiyanto, mengemukakan bahwa ketidakstabilan ekonomi memiliki dampak langsung terhadap kemampuan konsumen untuk berbelanja. Dia menyebutkan adanya peningkatan PHK di bidang industri manufaktur juga ikut mempengaruhi pilihan masyarakat dalam hal pengeluaran serta merencanakan pulang kampung mereka.

"Ketika kemampuan pembelian masyarakat menurun, hal ini secara langsung mempengaruhi pola belanja dan perjalanan pulang kampung. Banyak orang lebih memilih untuk tetap bertahan di tempat tinggal mereka di kota tersebut dikarenakan kendala keuangan," jelas Eko Listiyanto.

Di samping itu, pembelian barang-barang penting dan fashion saat bulan Ramadhan terlihat mandek jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. "Hal ini mencerminkan bahwa orang-orang semakin teliti dalam merencanakan pengeluaran finansial," tandasnya.

Mengingat adanya sejumlah elemen yang mempengaruhi penurunan kemampuan pembelian, diharapkan pihak pemerintah bisa merancang tindakan krusial guna meningkatkan pengeluaran publik serta meniadakan efek jangka panjang terhadap kondisi ekonomi dalam negeri. ***

 
Top