{ "@context": "https://schema.org", "@type": "BreadcrumbList", "itemListElement": [ { "@type": "ListItem", "position": 1, "name": "Home", "item": "https://anihrasul.blogspot.com/" }, { "@type": "ListItem", "position": 2, "name": "News", "item": "https://anihrasul.blogspot.com/search/label/news?m=0" }, { "@type": "ListItem", "position": 3, "name": "Subcategory", "item": "https://anihrasul.blogspot.com/search/label/news?m=1" } ] }

DIWIDA , Jakarta - Pemerintah mendirikan Satuan Tugas atau Satgas Transisi Energi Dan Ekonomi Hijau untuk mengejar tujuan penurunan emisi. Akan tetapi, keefektifannya diragukan akibat kurangnya data tentang cara kerjanya serta pemantauan yang memadai.

Ahli Penelitian tentang Kebijakan Energi dan Perubahan Iklim dari Grup Ilmiah TransisiEnergiBerkeadilan.id Wira Dillon merasakan ada banyak hal yang belum terang tentang satgas tersebut. Ia hanya dapat menebak-nebak bahwa satgas akan berfungsi sebagai 'tempat' lanjutan. JETP (Kerjasama Transisi Energi yang Lebih Berkelanjutan) di Indonesia.

"JETP Indonesia mungkin harus downsizing Sekretariat tersebut dibentuk pada pertengahan tahun ini terkait dengan penarikan Amerika Serikat dari JETP Indonesia," ujar Wira saat diwawancara oleh Tempo, Selasa, 2 April 2025.

Wira menggarisbawahi kebutuhan adanya proses pengawasan yang lebih transparan. Menurut pandangannya, partisipasi masyarakat dalam sekretariat JETP Indonesia sampai saat ini belum optimal dan kurang mempunyai sistem untuk menyampaikan saran atau kritik dengan efektif. Harapannya, tim tugas tersebut akan memiliki ketentuan yang jelas tentang hal itu. oversight dari aspek publik yang lebih terang.

Selain itu, dia mengira bahwa tim tugas khusus dibuat untuk membantu dalam pencairan dana peralihan energi serta konstruksi lingkungan yang berkelanjutan, termasuk perdagangan emisi. Namun, rincian besar dari rencananya masih kabur, katanya lagi. Menurut informasi yang mereka miliki hingga saat ini, sepertinya mayoritas upaya tetap difokuskan pada JETP dan Rencana Investasi dan Kebijakan Lengkap (CIPP).

Wira juga menggarisbawahi bahwa keberhasilan dari tim tugas ini sangat tergantung pada hubungan yang baik dengan Badan Pengelola Investasi Dana Antarabangsa. "Jika tim tugas ini dirancang tanpa mempertimbangkan interaksi dengan Dana Antarabangsa, maka saya ragu apakah nanti tim ini akan menjadi hanya formalitas dan respons atas harapan-harapan para penyumbang dalam Program Beralih Energi Terbarukan," katanya.

Tanpa adanya hubungan yang jelas dengan Danantara, Wira mengungkapkan kekhawatirannya bahwa proyek-proyek yang bertentangan dengan sasaran transisi energi, contohnya proyek Dimethyl Ether (DME), masih akan tetap dilanjutkan. Dia menambahkan meski satgas tersebut dinyatakan menjadi sebagian dari usaha untuk mencapai transisi energi yang lestari.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan telah mendirikan Satuan Tugas Transisi Energi dan Ekonomi Berkelanjutan guna meraih sasaran peningkatan reduksi emisi. Pendirian tim khusus ini didasari oleh Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 141 Tahun 2025.

"Indonesia masih mematok penurunan emisi sebanyak 31,89% dengan usaha sendiri, dan bisa mencapai 43% jika menerima dukungan keuangan dari luar negeri, semua itu bertujuan untuk tahun 2030," ungkap Airlangga saat konferensi pers di Kantor Kemenko Kemeri Ekonomi, Jakarta Pusat, Senin, 24 Maret 2025.

Satuan tugas tersebut dikendalikan oleh badannya dan dirancang dengan empat timkerja. Empat bagian itu adalah Energi Terbarukan dan Penurunan Emisi pada Tahap Awal; Industri Ramah Lingkungan dan Reduksi Emisi pada Tahap Akhir; Kerjasama, Pendanaan, dan Investasi Berkelanjutan; serta Aspek Sosial, Ekonomi, Perlindungan Lingkungan, dan Pembinaan Kemampuan Sumber Daya Manusia.

Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam tulisan ini.

 
Top